Lalu ia mengolesi dadaku dengan cream. Bokep china Pijitan turun ke perut. Esoknya, dari rumah kuitung-itung waktu. Napasnya tersengal. Lalu asyik membuka tabloid. Aku meringis menahan sensasasi yang waow..! Di balik kain tipis, celana pantai ini ia sebetulnya bisa melihat arah turun naik Si Junior. Sudah tiga tahun, benda ini tak kurasakan Sayang. Junior berdenyut-denyut. Mobil melaju. Kesempatan tidak akan datang dua kali. Ketika menjangkau pantatku ia agak mendekat.Bau tubuhnya tercium. Tetapi berlari. Itu artinya ia tidak mau diganggu. Tapi mengelap dengan handuk hangat sisa-sisa cream pijit yang masih menempel di tubuhku. Wanita setengah baya itu merenggangkan bibirnya, ia terengah-engah, ia menikmati dengan mata terpejam.“Mbak Hawin telepon..,” suara wanita muda dari ruang sebelah menyalak, seperti bel dalam pertarungan tinju.Mbak Hawin merapihkan pakaiannya lalu pergi menjawab telepon.“Ngapaian sih di situ..?” katanya lagi seperti iri pada Hawin.Aku mengambil pakaianku. Aku tiduran sambil baca majalah yang tergeletak di rak samping tempat tidur kecil itu. Aku duduk di belakang, tempat favorit. Yes. Haruskah kujawab sapaan itu?Oh.., aku hanya dapat menunduk, melihat kakinya yang bergerak ke sana ke mari di ruangan sempit itu. Bodoh, bodoh, bodoh.Eh.., kesempatan, kesempatan, kesempatan. Lalu memegang pahaku, “Yang mana..?”Yes..! Ia memulai pijitan.
