Jagain sebentar ya..!”Ya itulah kabar gembira, karena Wien lalu mengangguk.Setelah mengunci salon, Wien kembali ke tempatku. Junior berdenyut-denyut. Link bokep Aku memandang ke arah lain mengindari adu tatap. Aku pertegas bahwa aku mengendus kuat-kuat aroma itu. Kemudian menyerahkan celana pantai.“Mbak Wien, pasien menunggu,” katanya.Majalah lagi, ah tidak aku harus bicara padanya. Ah mengapa begitu cepat.Jarinya mengelus tiap mili pahaku. Esoknya, dari rumah kuitung-itung waktu. Aku mengurungkan niatku. Aku tidak tahan. Aku tiduran sambil baca majalah yang tergeletak di rak samping tempat tidur kecil itu. Creambath? Lalu dikocok-kocok sebentar. Ia menyentuhnya. Aku pun segan memulai cerita. Suara yang kukenal, itu kan suara yang meminta aku menutup kaca angkot. Ia tersenyum ramah. Dari perut turun ke paha. Ia sudah membereskan peralatan pijat. Ia cukup lama bermain-main di perut. Sekarang hitung penumpang angkot dan supir. Kali ini lebih bertenaga dan aku memang benar-benar pegal, sehingga terbuai pijitannya.“Telentang..!” katanya.Kuputuskan untuk berani menatap wajahnya. Hanya suara kebetan majalah yang kubuka cepat yang terdengar selebihnya musik lembut yang mengalun dari speaker yang ditanam di langit-langit ruangan.Langkah sepatu hak tinggi terdengar, pletak-pletok-pletok. Kemudian menyerahkan celana pantai.“Mbak Wien, pasien menunggu,” katanya.Majalah lagi, ah tidak aku harus bicara padanya. Makin lama suara sepatu itu seperti mengutukku bukan berbunyi pletak pelok lagi, tapi bodoh, bodoh, bodoh sampai suara itu hilang.Aku hanya mendengus.
